watch sexy videos at nza-vids!
WWW.CERITAINDO.SEXTGEM.COM

Find us On Facebook and Twitter
facebook.jpg | twitter.jpg

ANUGRAH TAK TERDUGA

Semasa SMU aku dikenal sebagai kutu buku
yang bercita-cita tinggi, yang tak bisa
memegang bola basket, minder terhadap urusan
cewek dan tak punya pacar. Sehingga hampir
setiap sabtu teman-teman melantunkan lagu
Koes Plus untukku, "Sabtu malam kusendiri.."
Namun ketika kami mengadakan reuni sepuluh
tahun kemudian, ternyata teman-temanku justru
terlihat seperti suami yang hidup di bawah
bayang-bayang istri dan mertua, sedangkan aku
justru mendapat pengalaman-pengalaman seks
yang berkesan.
Tanpa sepengetahuan mereka, pengalaman
pertamaku terjadi justru ketika aku masih
mereka kenal sebagai kutu buku. Berawal dari
kepindahan tugas ayahku ke kota lain, aku si
rangking satu di sekolah diminta kepala sekolah
untuk tidak ikut pindah dan menyelesaikan
sekolahku di SMU itu, karena ada undangan dari
Perguruan Tinggi Negeri ternama di Indonesia
agar rangking pertama dari SMU-ku kuliah di
sana. Demi masa depan, orang tuaku setuju dan
menitipkanku di rumah temannya yang
kebetulan anaknya, Budi, adalah teman
sekelasku, sehingga aku menghabiskan kelas tiga
SMU seribu kilometer jauhnya dari keluarga yang
kucintai.
Kamar kost-ku tidak berada di ruang utama
bangunan, tetapi cukup strategis untuk
memonitor penghuni dan tamu yang keluar
masuk rumah itu. Malam minggu itu seluruh
keluarga temanku menghadiri pesta pernikahan
sepupunya, meninggalkan aku si kutu buku
asyik belajar sendiri. Untuk menghilangkan
kantuk, aku menuju dapur di bangunan utama
bermaksud membuat secangkir kopi dan
semangkok mie instan. Tiba-tiba terdengar pintu
pagar terbuka, rupanya Yumul, adik Budi, pulang
lebih awal ditemani pacarnya Wadi. Mereka
sudah pacaran setahun lebih dan kelihatannya
telah direstui oleh kedua orang tuanya, karena
Wadi meskipun baru berusia 21 tahun tetapi
sudah hampir menyelesaikan kuliahnya dan
Yumul berusia 17 tahun menjelang kelas tiga
SMU.
"Tuh liat, kamarnya si kutu buku lagi terang.
Seperti biasa, paling-paling dia lagi asyik ngapalin
rumus-rumus yang njelimet, jadi kita aman di
sini," terdengar suara Yumul. Selang beberapa
menit setelah mie dan kopiku siap hidang, aku
beranjak menuju kamarku, namun aku
terkesima karena di ruang tamu kulihat
pemandangan yang jauh berbeda dengan
rumus matematika yang sedang berputar di
otakku. Yumul sedang merem-melek karena
buah dadanya sedang dikulum Wadi. Karena
khawatir mereka tahu kehadiranku bila
kuteruskan langkahku maka aku berhenti, dan
dengan hati berdegup terpaksa kuikuti lakon itu.
Wadi terus menghisap kedua puting dari bukit
mini namun ranum langsat, sembari tangannya
menyusup ke dalam gaun pesta Yumul, dan
seketika membuat Yumul menggeliat lirih,
"Aahh.. uhh.." Berdasarkan ilmu biologi, jari
tangan Wadi menemukan klitoris sensitif Yumul.
Sambil mendesah, tangan Yumul mencoba
melakukan serangan balasan dengan mencari
persembunyian meriam Wadi, meskipun harus
bersusah payah melepas ikat pinggang,
membuka reitsleting, memelorotkan celana
panjang dan menyusup ke dalam benteng
terakhir celana dalam. Wadi yang sudah tahu
arah serangan, tetap saja tersentak dan
mengerang sambil menekan pantatnya ke
depan. Yumul terlihat lebih cekatan,
mengeluarkan meriam Wadi dan mengulumnya
hingga menekan tenggorokan. Wadi yang
sempat terkesima sesaat, tergopoh-gopoh
menyusun posisi untuk dapat memelorotkan
celana dalam Yumul dan melahap kemaluan
yumul dengan rakus sambil jari tengahnya
merogoh ke dalam liang kewanitaan Yumul.
Sambil berbaring mereka membentuk posisi
enam sembilan dan terdengar duet alunan
merdu. "Mmmh.. nyam-nyam.. sluurrp..
yesshh.."
Setelah merasa puas tiba-tiba Wadi berdiri, dan
Yumul bagai telah hapal akting selanjutnya, juga
ikut berdiri. Mereka berdekapan erat, berpagutan
bibir, dan menggoyangkan pantat saling
bertabrakan. "Astaga, mereka bersenggama,"
pikirku sambil menelan ludah dan mengusap
keringat saking menghayati ketegangan adegan.
Entah telah berapa puluh kali mereka saling
menghunjam, tiba-tiba kudenggar Yumul
berkata lirih, "Mas, kali ini dimasukkin beneran
yach, jangan cuma dioles-oles."
"Kamu nggak takut," tanya Wadi dan dijawab
dengan gelengan kepala Yumul.
"Nanti kamu nyesel," tanya Wadi dan sekali lagi
Yumul menggeleng sambil berkata, "Khan kata
Papa kita akan menikah dua tahun lagi, yang
penting jangan sampai hamil dulu."
Wadi menghentikan goyangannya dan menatap
Yumul dalam-dalam, "Jangan sekarang, kita beli
kondom dulu."
Yumul menggelayut manja dan merengek,
"Yumul nggak tahan, pinginnya sekarang, nanti
maninya Mas jangan dikeluarin di dalam tapi di
luar saja, seperti biasa."
Meskipun adegan makin menegangkan, namun
aku menghela napas lega, "Ah syukurlah,
mereka belum bersenggama, tapi mereka akan..
bagaimana cara mencegahnya?" Pikiranku buntu
untuk bisa menghentikan mereka, karena
jantungku terlalu kencang berdegup tak
memberi kesempatan otakku berputar,
sedangkan ujangku ikut-ikutan tegang tanda
setuju adegan selanjutnya.
Nun jauh disana, Wadi telah menidurkan Yumul
di atas karpet, Yumul membuka gerbang
kangkangan kaki, dan laras torpedo Wadi mulai
diarahkan, perlahan maju, mendekati liang,
menempel dan.. tiba-tiba Wadi menghentikan
gerakannya, menatap Yumul, sambil menelan
ludah berkata, "Sebaiknya Kamu yang di atas,
biar menekannya hati-hati, biar nggak terlalu
sakit, soalnya kata orang hubungan yang
pertama sakit buat perempuan." Yumul yang
sedari tadi memejamkan mata menghitung
mundur saat terobosan pertama, kaget dan
menjawab, "Yumul sudah merasakan sakitnya
waktu Mas memasukkan jari ke memek Yumul."
Wadi belum mengerti maksudnya tapi kurang
lebih Wadi harus tetap di atas dan menekan
meriamnya ke dalam liang kewanitaan Yumul.
Maka sekali lagi Wadi mengambil ancang-
ancang, meluruskan, perlahan menekan dan
akhirnya.. "Kriingg.." suara telepon berdering,
Wadi dan Yumul terkejut dan setelah sadar itu
suara telepon mereka saling tersenyum, "Oo
cuma telepon.. tapi bagaimana kalau si kutu
buku mendengar dering telepon dan datang ke
sini mau ngangkat telepon? Cepat Mas angkat
dulu teleponnya biar nggak berdering terus,"
Kata Yumul. Dengan mengendap Wadi
mengangkat telepon, sesaat wajahnya serius,
menutup telepon, sekonyong-konyong
mengenakan kembali celana dan pakaiannya dan
tergesa-gesa berkata, "Aku harus pergi, Mama
sakit keras.." seraya menuju pintu keluar. Yumul
yang berharap dapat melanjutkan adegan
penerobosan pertama hanya terbengong tanpa
sempat melakukan sesuatu kecuali
mengucapkan, "Salam buat Mama, semoga
lekas sembuh!"
Terkesima oleh pembatalan sepihak yang
dilakukan sekejap, Yumul hanya dapat
memandangi tubuhnya yang telah bugil.
Perlahan tangannya membelai bibir
kemaluannya seolah membujuk agar tidak sedih.
Lalu Yumul memutuskan untuk menghibur diri
dengan mempermainkan klitorisnya sendiri. Aku
yang merasa drama telah berakhir bermaksud
menyelinap ke kamarku, namun Yumul
menangkap ada gerakan di dekat dapur. Sambil
menutup tubuh seadanya ia menghampiri dapur
dan memergokiku berdiri di sana. Yumul kaget
dan terpaku, akupun gemetar tak mampu
mengucap maaf. Antara malu, menangis, marah
dan tertawa Yumul berkata, "Bang Obi dari tadi
melihat kami?" Aku menunduk, tak berani
menatap dan berkata lirih, "Maaf.." Sejenak
hening, lalu tiba-tiba Yumul tesenyum simpul,
"Hi, ada burung apa di celana Bang Obi.."
Rupanya meriamku belum turun dan
menyembul diantara celana hawaiku, karena
memang kebetulan aku tidak pernah memakai
celana dalam bila menjelang tidur. Belum hilang
kagetku, tiba-tiba Yumul maju menangkap
burungku dan mengelus, sementara aku tak bisa
mundur meskipun ingin, karena kakiku terlalu
gemetar.
Melihat aku tak berdaya bagai patung, Yumul
memelorotkan celanaku sehingga burungku tak
bersangkar lagi, dan seperti telah kulihat
sebelumnya, Yumul mulai menjilati dan
mengulum batang kejantananku. Aku semakin
gemetar dan gagu serta tak mampu menghindar
dari wanita birahi yang belum sempat
terlampiaskan dengan Wadi. Yumul menarik
pundakku turun lalu mendorong untuk
merebahkanku. Di hadapanku terpampang gadis
manis berambut ikal yang selama ini hanya
kukenal keayuan wajahnya, kini memamerkan
kemulusan tubuhnya. Lehernya yang jenjang
menyatu dengan pundaknya yang lebar.
Sembulan dua gunung kecil dengan puting centil
merah muda, padat menantang selaras lekukan
pinggul. Bulu-bulu halus di selangkangannya tak
mampu menyembunyikan bibir tebal liang
kewanitaannya dan mancungnya klitoris yang
masih sedikit memerah akibat gesekan meriam
dan jari Wadi.
Bidadari 17 tahun itu melangkahkan kaki
jenjangnya berdiri mengangkangiku dan
perlahan turun. Sambil memegang batang
kejantananku Yumul meluruskan liang
kewanitaannya. Tak ingin menyia-nyiakan
kesempatan, Yumul langsung menekan..,
"Bless.." mulai terjadi penetrasi, aku merasakan
sempit dan seretnya. "Yumul.." hanya itu yang
keluar dari mulutku tak tahu apa lanjutan
kalimatnya. Yumul berhenti sejenak,
mengatupkan mulutnya rapat-rapat, sedikit
menutup matanya. Antara nikmat dan sakit,
perlahan Yumul menekan lebih dalam.., "Bless.."
aku merasakan batang kejantananku didekap dan
diremas hangat oleh liang kewanitaannya. Yumul
berhenti lagi sejenak, menengadahkan wajahnya
sambil menggigit bibirnya sendiri dan
memejamkan mata. Lalu kembali perlahan
Yumul menekan.., "Bless.." terus menekan
perlahan hingga selangkangan kami beradu,
Yumul menghentikan tekanannya. Ah, burungku
telah bersangkar di dalam liang kewanitaan
Yumul dan merasakan pijatan dinding
kewanitaannya. Yumul menatapku sambil
tersenyum, akupun berusaha tersenyum
sementara detak jantungku sudah tak beraturan
dan keringatku mengalir dimana-mana.
Yumul menggoyangkan pantatnya kekiri
kekanan dan berputar, stress-ku mulai
mengendur dan mulai merasakan nikmatnya
pijatan nikmat terhadap batang kejantananku.
Lalu perlahan Yumul menaikkan dan
menurunkan kembali pantatnya, semakin lama
semakin cepat. Berulang naik turun, kiri kanan,
berputar. Ketika melihat senyumnya yang
menandakan kepuasannya, tanpa sadar akupun
ikut menaikturunkan pantatku seirama dengan
gerakannya. "Uhh, mentok Bang.. enaak."
Karena batang kejantananku memang sudah
tegang lama, maka tak lama kemudian
kurasakan sesuatu mendesak untuk
dimuncratkan. "Uhh.. aku mau keluar Yumul,
uhh.." kataku tak jelas. "Iya.. hh.. tapi.. hh..
jangan dulu Bang, hh.. tunggu Yumul, hh.. nanti
dikeluarinnya Bang.. hh diluar saja.." kata Yumul
sambil mempercepat goyangannya. Aku tak
tahu bagaimana cara menahan pancaran yang
siap mendesak keluar, hingga akhirnya,
"Aaahh.." dan "Crott.. crott.." aku mengeluarkan
maniku di dalam liang kewanitaan Yumul.
Meskipun tahu aku sudah ejakulasi, Yumul terus
bergoyang, seolah tak peduli atau mungkin
karena iapun sedang menuju puncak. Tiba-tiba
Yumul berteriak panjang dan keras sekali,
"Aaahhwww.." dan terkulai lemas di atasku.
"Ssstt.." kataku, karena takut terdengar entah
oleh siapa.
Tanganku yang sedari tadi berperan sebagai
penonton, memberanikan diri mendekapnya dan
beberapa saat kami berpelukan erat. Aku
penasaran dan tak menyia-nyiakan kesempatan
untuk meraba buah dadanya, dan Yumul sedikit
mengangkat badannya memberi kesempatan
dan ruang gerak bagi tanganku agar leluasa
meremas dan bahkan mempermainkan
putingnya. Dan mulutku tak mau ketinggalan
jatah, ikut mencium, mengulum dan mengisap
puting yang baru mekar di bukit yang kenyal.
Sementara dibagian bawah, batang kejantananku
terus bersangkar di dalam liang kewanitaan
Yumul, namun semakin lama semakin lunglai
dan akhirnya keluar dari lubangnya, "Plup.."
Yumul menatapku dan berkata, "Bang Obi, tadi
ngeluarinnya di dalam yaa.."
Aku mengangguk pelan.
"Bagaimana kalau Yumul hamil, Bang?"
tanyanya.
"Yumul tetap dalam posisi tegak atau di atas, dan
biarkan maniku mengalir keluar kemaluanmu
sesuai gravitasi bumi," entah teori apa yang
kukatakan tapi Yumul menurut.
Setelah Yumul yakin bahwa maniku telah keluar
semua ia beranjak dan berkata, "Kalau Bang Obi
melaporkan hubunganku dengan Mas Wadi
yang sudah cukup jauh, Yumul juga akan
laporkan pada orang tua Bang Obi dan Guru
bahwa Bang Obi telah menggauli Yumul, dan
masa depan kita sama-sama hilang," Yumul
setengah mengancam dan segera beranjak dari
tubuhku.
Yumul memperhatikan betapa banyak
semprotan yang keluar dari liang kewanitaannya
dan betapa banyak maniku yang mengalir
kembali keluar dari liang kewanitaannya dan
membasahi batang kejantananku. Selintas Yumul
tersenyum namun tiba-tiba ia terkejut karena di
batang kejantananku ada darah merah cukup
banyak. "A..Aku masih perawan?!, oh.. kukira
aku sudah tidak perawan karena tusukan jari Mas
Wadi." ia tampak menyesal dan segera meraih
gaun pesta, celana dalam dan bra-nya serta
berlari menuju kamarnya. Sayup-sayup
terdengar gemercik air siraman mandi Yumul,
lalu senyap.
Ketika keluarganya pulang dari undangan, aku
sedang membersihkan keringat, bercak-bercak
mani dan darah yang berserakan di lantai.
Kukatakan bahwa mie instanku tertumpah.
"Yumul sudah tidur, tadi pulang diantar Mas
Wadi," kataku ketika mereka menanyakan
Yumul.
Keesokan harinya kudengar Yumul seharian
mengurung diri di kamarnya dan hanya sesekali
keluar untuk makan. Karena aku memang jarang
ngomong sama Yumul tak ada yang curiga
kalau Yumul sama sekali enggan ngomong
denganku. Aku menyesal telah membuat Yumul
menjadi pendiam dan aku berdoa agar dia dapat
ceria kembali. Rupanya doaku terkabul. Tiga
minggu kemudian kulihat ia sangat ceria, dan
pada suatu kesempatan ia menghampiriku.
"Maafkan Yumul ya Bang dan Bang Obi juga
sudah Yumul maafka," bisiknya mesra. "Koq?"
aku tulalit. Seolah mengerti maksud
pertanyaanku, Yumul menjawab, "Aku telah
bersetubuh dengan Mas Wadi, dan dia yakin
bahwa perawanku telah hilang saat dia
masukkan jarinya padaku, dan keluargaku yakin
murungku selama ini adalah karena mamanya
Mas Wadi diopname, jadi masa depanku cerah
lagi." Hanya itu yang dikatakan dan ia berlalu
dengan ceria, gaya manja khas belia 17 tahun.
TAMAT


Adult | GO HOME | Exit
1/1034
U-ON

inc Powered by Xtgem.com